Museum Erawan, Museum Megah Menawan di Bangkok

Kedatangan kami di Thailand bisa dibilang dibumbui drama. Mulai dari bagian imigrasi yang tidak terlalu lancar karena kami kurang lengkap menuliskan alamat tinggal kami di form imigrasi. Akibatnya aku dan Itonk disuruh melengkapinya dahulu oleh petugas imigrasi yang kurang ramah, lalu mengantri lagi. Untungnya orang di belakang antrian kami baik, mengijinkan kami langsung kembali ke counter setelah kami melengkapi alamat tinggal selama di sana, jadi kami tak perlu mengantri lagi.

Drama kedua terjadi di mobil grab yang kami tumpangi. Kalau yang ini benar-benar drama. Driver grab kami bertengkar dengan kekasihnya lewat pengeras suara di hand phone-nya! Yap, kami jadi saksi pertengkaran sepasang kekasih. Kami hanya saling tatap sambil menahan tawa (jahat yaa orang lagi bertengkar malah ditertawakan). Bang, bukan waktu dan tempat yang tepat untuk bertengkar 🤫


Yaa itu hanya sepenggal kisah pembuka perjalanan kami di Thailand. Mobil grab yang driver-nya bertengkar dengan kekasihnya itu mengantarkan kami ke sebuah apartemen di Kha Bang Kot Laem. Malam itu kami segera istirahat, melepas lelah perjalanan dan bersiap menyambut petualangan, esok hari.

Keesokan paginya kami bersiap berangkat ke destinasi pertama kami di Bang Mueang Mai, Samut Prakan, Bangkok, berjarak 30 menit menggunakan mobil grab dari apartemen kami. Adalah Museum Erawan. Museum indah nan megah dengan simbol seekor gajah dengan tiga kepala. Jika selayaknya museum memamerkan koleksinya berjejer di atas rak atau meja bertutupkan kaca, lain halnya dengan Museum Erawan yang lebih menonjolkan detail arsitekturnya.

Gajah berkepala tiga, simbol Museum Erawan

Tiket masuk museum tahun 2018 dibanderol dengan harga 400 baht untuk turis asing, atau kalau dirupiahkan hampir 200.000 rupiah (kurs sekitar 450 rupiah/baht). Cukup mahal memang untuk tiket masuk sebuah museum, tapi menurutku worth it. Apa yang kita bayar sebanding dengan apa yang didapat.

Sebelum memasuki museum, pengunjung diwajibkan melepas alas kaki. Selangkah saja masuk ke dalam museum, mata akan langsung dimanjakan oleh ukiran dinding berwarna merah muda yang sangat detail, lengkap dengan ornamen-ornamen yang dipercantik oleh mozaik keramik berwarna-warni dan sentuhan warna emas. Atapnya dihiasi kaca patri dengan dominasi warna putih, biru, merah, dan kuning.

Interior Museum Erawan
Detail atap kaca patri

Tepat di depan pintu masuk ada sebuah tangga dengan dua cabang. Di percabangan tangga ada altar dengan Dewi Kuan Yin berdiri di atasnya, dihiasi dengan lampu bunga teratai di kanan dan kirinya, cantik. Konon tangga ini secara virtual menggambarkan stairways to heaven, atau tangga menuju surga. Handrail tangga kanan berwarna merah muda, sedangkan tangga kiri berwarna putih. Perbedaan warna ini memiliki makna tersendiri, dijelaskan dalam audio guide yang dipinjamkan sebelum masuk museum, namun aku lupa apa maknanya.

Altar Dewi Kuan Yin
Stairways to heaven, handrail tangga kanan berwarna merah muda, sedangkan tangga kiri berwarna putih

Lantai dua tidak begitu luas. Interiornya masih sama dengan desain lantai pertama. Dari lantai dua ini kami naik lift ke tingkat selanjutnya. Lantai berikutnya adalah koleksi vas keramik dengan desain interior bernuansa kayu.

Dari lantai ini ada sebuah tangga spiral sempit menuju lantai paling atas, lantai yang merepresentasikan Tavatimsa, atau surga dalam kosmologi Hindu dan Buddha. Sebelum sampai ke lantai paling atas, ada jendela kecil tempat kita bisa mengintip keluar. Jendela ini adalah mata sang gajah. Dan tibalah kami di dalam perut sang gajah. Saat pertama tiba di lantai paling atas aku terkagum, serasa ada di ruang angkasa. Bentuk langit-langit yang melengkung menyerupai bentuk punggung gajah dicat menggambarkan gugusan bintang dan tata surya.

Mural gugusan bintang dan tata surya di langit-langit museum

Tepat di depan ruangan berdiri patung Buddha di sebuah altar yang dihias cantik. Di depan patung, beberapa warga lokal duduk bersimpuh, bersujud dan berdoa. Area ini dibatasi hanya untuk pengunjung yang berkeyakinan Buddha, jadi kami hanya bisa melihat dari jarak yang tidak terlalu dekat.

Di sebelah kanan dan kiri ruangan terdapat display patung-patung Buddha dari berbagai macam era, di antaranya Lopburi, Ayutthaya, Lanna and Rattanakosin (sumber: wikipedia).

Menurut banyak sumber yang kubaca, struktur museum Erawan adalah representasi Hindu atas alam semesta, yang terdiri dari underworld (alam gaib), earth (bumi), dan heaven (surga). Pantas saja desain interior museum Erawan sungguh memukau, menakjubkan, atau istilah kerennya mind-blowing, membuatku berimajinasi sedang berada di dunia lain yang tak pernah kupijak sebelumnya.

Tau film Spirited Away keluaran Studio Ghibli? Nah, memasuki Museum Erawan membuatku merasa berada di pemandian air panas para dewa milik Yubaba di film tersebut, mungkin seperti itulah penggambaran ‘underworld‘ tersebut.


Gimana? Tertarik menunjungi museum Erawan? Mungkin belum banyak turis yang tahu tentang museum ini. Jadi pengunjungnya pun belum terlalu banyak, cocok untuk yang tidak terlalu suka keramaian, seperti aku. Museum juga dikelilingi taman yang bisa dijelajahi kalau mau.

Sebelum meninggalkan museum, kami sempatkan membeli pad thai terlebih dahulu di food court museum, maklum perut sudah meronta minta diisi. Walaupun berada di lingkungan wisata, harga makanan di sini tidak terlalu mahal, tak jauh dengan harga makanan di luar museum.


Notes: Tanpa bermaksud menyinggung suatu pihak, saya pribadi mohon maaf jika ada salah kata atau pemahaman dalam penyampaian tulisan di atas, terutama dalam hal mengenai agama dan kepercayaan. Silakan dikoreksi 🙂

Salam traveling, work hard, travel hard

Published by dwitunggadewi

Software developer, blogger, travel enthusiast

2 thoughts on “Museum Erawan, Museum Megah Menawan di Bangkok

Leave a comment