Laut, mentari, cakrawala, sepoi angin. Perpaduan yang sempurna bukan? Belum, itu belum sempurna. Ibarat makanan, itu masih empat sehat, belum sempurna. Sobat, kalianlah penyempurnanya.
Hari kedua, 31 Desember 2009
Pasir putih menjadi bumi pijak kami bermain hari itu. Dengan menggunakan perahu, dari Pantai Barat kami menyeberang menuju Pasir Putih. Tak lengkap rasanya kalau ke Pasir Putih namun tidak snorkeling. Kami pun menyewa alat snorkeling dan bermain sepuasnya. Hanya sewa tiga kalau tak salah, untuk kami gunakan bersama secara bergantian.

Aku dan Itonk nampaknya yang paling puas snorkeling. Saat yang lain sudah lelah dan memutuskan untuk istirahat saja di pinggir pantai, aku dan Itonk bolak-balik ke laut. Asa diulangtahunkeun, ucap teman-temanku. Seperti dirayakan, seperti diberi hadiah, seperti jadi yang ulang tahun, apa yang diinginkan dikabulkan. Sulit juga menggambarkannya. Paham maksudku? 😀

Selepas snorkeling kami istirahat, dan masak mempersiapkan makan siang. Lucunya saat itu kami menjadi tontonan. Mungkin orang-orang penasaran, ada tenda berdiri di Pasir Putih, masak dengan kompor parafin pula. Wisata Pantai Pangandaran memang lebih dikenal untuk wisata keluarga, jarang ada yang camping di sana. Karena itulah mungkin apa yang kami lakukan adalah hal yang aneh di mata pengunjung lain.
Ketika ke Pasir Putih, hal yang perlu diperhatikan adalah keberadaan monyet, apalagi kalau melewati Cagar Alam untuk menuju kesana, bukan menggunakan perahu. Berhati-hatilah jika membawa barang apapun di dalam kantong keresek, karena itu menarik perhatian monyet. Monyet di sini tidak menyerang manusia, namun cukup agresif jika ada sesuatu yang menarik perhatiannya. Mereka tidak segan-segan merebut apa yang sedang kita pegang. Seperti botol minyak tanah kami contohnya. Botol minyak tanah yang dibungkus kantong keresek itu direbut oleh monyet dan digigitnya hingga botol tersebut bolong! Tumpah deh minyak tanah kami 😀
Sudah cukup bermain di Pasir Putih, kami pun kembali ke titik tenda pertama kami di Pantai Barat. Kali ini kami tidak naik perahu, melainkan jalan kaki melewati Cagar Alam. Belajar dari pengalaman, kami membawa barang-barang kami dengan hati-hati, berusaha sebisa mungkin tidak menarik perhatian monyet. Aman.
Tak jauh setelah keluar dari Cagar Alam, ada pasir pantai yang membentuk sebuah parit kecil, sepertinya terbentuk secara alami. Parit tersebut cukup lebar, namun tidak dalam, paling hanya sekitar dua puluh sentimeter. Sedangkan lebarnya mungkin sekitar satu meter lebih sedikit. Kami pun melompati parit tersebut. Kocaknya Itonk, ketika sudah sampai di seberang parit, dia berdiri sebentar berusaha menyeimbangkan tubuhnya, namun brug! Itonk terjungkal ke belakang, masuk ke dalam parit. Beurat ku carrier, kami bilang. Berat sama carrier, tak kuat tubuhnya menahan berat carrier ke belakang. Tidak sakit Itonk bilang, namun itu cukup membuatnya bete 😀
Tibalah kami di tempat kami mendirikan tenda saat awal. Sekali lagi kami dirikan tenda di tempat yang sama. Namun bedanya, sore itu lebih ramai dari hari sebelumnya. Yap, pasalnya hari itu adalah tanggal 31 Desember, di mana malam tersebut adalah malam pergantian tahun 2010.
Lelah habis berenang dan berjalan, kami segera membersihkan diri lalu makan dan istirahat. “Kalau aku ketiduran, bangunin aku pas kembang api yaa”, ucapku lalu tertidur.
Kian gelap hari, kian banyak pengunjung yang datang ke dekat tenda kami. Umumnya pengunjung ini adalah muda-mudi yang menggunakan motor, berisik sekali. Sesekali aku terbangun karena mendengar suara berisik itu, suara motor, suara orang berbicara, semua menyatu, beresonansi mengusik lelapku. Hingga tak sanggup tidur lagi, aku pun terbangun sekitar pukul 10 malam, ramai sekali suasana malam itu.
Sepuluh, sembilan, delapan, tujuh, enam, lima, empat, tiga, dua, satu! Hitung mundur tahun baru 2010 digemakan oleh para pengunjung. Seketika riuh, terompet, kembang api, hingga suara gerung motor. Yap, dengan sengaja, mereka menggerung-gerungkan motor. Lucunya, orang di sebelah kami yang sebelumnya begitu berisik, riweuh kalau kata orang Sunda, malah tertidur pulas ketika momen pergantian tahun tersebut. Sudah bergaya, ehh tak kebagian momen 😀

Malam itu, bulan itu, tahun itu ditutup dengan suasana yang baru sekali aku rasakan. Esoknya kami akan bangun, di tahun yang baru, dengan semangat baru, dengan petualangan baru. Yap, petualangan kami menempuh perjalanan modal jempol bersiap menyambut kami, esok hari…
Bersambung…
Notes: Photo featured image by Lauren Stiles on Unsplash