Momen Lebaran yang Standar Tapi Bikin Rindu

“Selamat hari lebaran, minal aidin wal faidzin. Mari bersalam-salaman, saling bermaaf-maafan” – Gigi.

Sudah dua kali lebaran kita tak bisa berkumpul bersama keluarga (besar). Termasuk aku. Padahal biasanya kami suka seru-seruan saja samaan warna baju kalau mau lebaran. “Pakai putih yuk”, atau “Tahun ini biru yuk”.

Memang begitu, kita baru menyadari dan bisa bersyukur bahwa ternyata kumpul bersama keluarga itu nikmat saat kita tak bisa merasakannya. Tapi tak apa, badai pasti berlalu. Habis gelap terbitlah terang 🙂


Biasanya lebaran hari pertama aku berkumpul dengan keluarga dari pihak ibuku. Lalu dengan keluarga dari pihak ayahku di hari kedua.

Rutinitas lebaranku tiap tahun ya begitu. Berkumpul, makan, ngobrol, bagi-bagi THR, ziarah (tidak setiap tahun) ke makam kakek dan nenek, berkunjung ke rumah sanak saudara, dan lain sebagainya. Standar.

Kampung keluarga besar ayahku adalah di Jawa Tengah. Mbah dan Mbah Putri kami asli sana, namun keduanya sudah hijrah ke Bandung sejak lama, karena Mbah-ku yang tentara ditugaskan di sini. Sekitar beberapa tahun sekali (saat memungkinkan), kami akan berangkat ke Jawa Tengah. Namun tidak pernah merayakan hari-h lebaran di sana. Biasanya kami ke Jawa Tengah di hari ke-3 lebaran, dengan kata lain tanggal 3 syawal.

Di luar kebiasaan lebaranku yang ‘standar’, beberapa momen lebaran memang sangat berkesan, diantaranya:

1. Tradisi bersalaman

Hari pertama sebelum berkumpul bersama keluarga dari pihak ibu, kami biasa melaksanakan salat id di komplek kami. Hal yang paling berkesan dari salat id adalah tradisi bersalaman yang setahuku hanya dilaksanakan oleh RT kami (di lingkungan RW kami). Sepulang salat, kami berjalan pulang ke rumah masing-masing. Namun sebelum tiba di rumah, di perempatan jalan perbatasan RT kami dan RT lain, pasti ada yang inisiatif bersalaman lalu membuat sebuah barisan. Jadi semakin banyak yang lewat, semakin panjang barisan bersalamannya. Ya, tanpa ada yang meminta, sudah menjadi kebiasaan saja.

2. Wajib ada sirup markisa pohon pinang

Sepulang salat id, kami akan makan mi goreng (bukan mi instan) buatan ibuku, sambil menyeruput minuman andalan kami saat lebaran, sirup markisa pohon pinang. Minuman wajib yang mesti ada saat lebaran.

3. Foto keluarga besar

Seperti yang kuceritakan di atas, tradisi lebaranku sepertinya standar. Berkumpul bersama keluarga, makan, dan lain sebagainya. Tapi ada yang berbeda di lebaran tahun 2018. Setelah sekian wacana, akhirnya kami merealisasikan foto keluarga besar di studio foto. Dengan kostum seragam berwarna biru. Seragam warnanya saja, model, motif, dan lain sebagainya bebas.

4. Main kembang api

Hari kedua berkumpul bersama keluarga ayahku pun sama saja. Makan, ngobrol, dan lain sebagainya. Kami selalu berkumpul di rumah ayahku, sebab ayahku adalah anak tertua. Biasanya dengan keluarga ayahku ini berkumpulnya lebih lama, malam hari baru pulang. Atau bahkan ada yang menginap. Main kembang api di malam hari saat lebaran merupakan salah satu momen berkesan buatku. Suasananya duuh, syahdu dan terasa erat sekali hubungan kami.

5. Lebaran bersama teman Jepang

Tahun 2019, seorang teman dari Jepang datang ke Indonesia dan ingin merasakan lebaran di sini. Selama di komplek kami, dia tinggal di rumah temanku yang tak jauh dari rumahku. Di hari terakhir ramadan, kami jalan-jalan ke pusat kota Bandung. Lalu teman Jepang-ku menghabiskan waktu lebaran hari ke-3 nya di rumahku. Kami mengobrol saja dengan keluargaku. Dan temanku menunjukkan kebolehannya bermain biola. Serasa menonton konser klasik.

6. Lebaran pertama lewat video call

Sedih memang, tapi mau gimana lagi. Tak pernah terbayang kami tak bisa berkumpul saat lebaran. Tahun 2020 menjadi tahun pertama silaturahmi bersama keluarga ibuku hanya dari gadget, lewat video call, saat lebaran. Dengan keluarga ayahku pun awalnya kami hanya mengobrol lewat video call, namun akhirnya tetap saja memutuskan untuk berkumpul di rumah ayahku. Teu puguh kalau orang sunda bilang. Memang keluarga ayahku ini domisilinya lebih dekat dengan kami ketimbang keluarga ibuku.

7. Lebaran pertama bersama suami

Tahun 2020 merupakan lebaran pertamaku bersama suami. Tentu saja kebiasaan dan tradisi lebaranku berubah. Karena yang asalnya hanya ada keluarga ayah dan ibuku, bertambah menjadi keluarga ayah dan ibu suamiku. Jadi kami melakukan penyesuaian lagi. Lebih lelah memang, lebih banyak yang harus dikunjungi, lebih banyak berkumpul bersama keluarga, tapi lebih bahagia 🙂

Published by dwitunggadewi

Software developer, blogger, travel enthusiast

Leave a comment