Culture Shock Edisi Jepang

Di tengah kesibukan menikmati peran sebagai ibu baru, kok tiba-tiba rindu traveling ya. Edisi rindu kali ini akan kuceritakan tentang Jepang. Yap, tak bosan aku cerita tentang Jepang. Pasalnya, Jepang itu ‘it’s my dream Mas, not hers’. Ehh…

Jepang, adalah negara maju pertama yang aku kunjungi. Maka tak heran jika banyak sekali perbedaan budaya yang membuatku terkejut, atau istilah kerennya, culture shock, yang aku rasakan selama berada di sana.

1. Bersih

Walaupun belum pernah ke Jepang, tapi aku rasa sebagian besar orang sudah tahu kalau Jepang adalah negara yang bersih dari sampah sembarangan. Bahkan hingga di jalanan desanya pun tak kutemui sampah yang tak di tempatnya. Walaupun ada di beberapa titik yang lumayan banyak sampah puntung rokok, seperti di sekitar patung Hachiko.

2. Naik sepeda pakai payung

Pernah lihat adegan ini di film Jepang? Yap, melihatnya langsung tentu memiliki sensasi berbeda. Aku dan Siska hanya bisa tertawa saja melihat pelajar berseragam yang naik sepeda sambil memakai payung di hari hujan.

Naik sepeda pakai payung. Sumber: www.harapanrakyat.com
3. Memakai jas untuk bekerja

Tak seperti di Indonesia yang kebanyakan karyawan kantor menggunakan baju formal non jas, atau bahkan baju kasual untuk bekerja. Karyawan Jepang mayoritas menggunakan jas untuk bekerja. Sekali lagi, yang kulihat di film persis sekali dengan kenyataannya. Pemilihan warnanya pun cenderung warna netral seperti hitam, biru dongker, atau abu-abu. Bahkan ketika aku naik kereta saat jam pulang kantor, aku merasa saltum alias salah kostum menggunakan pakaian berwarna hijau pastel.

4. Orang tua tak mau diberi tempat duduk

Suatu ketika, aku mempersilahkan orang tua yang berdiri di kereta untuk duduk di kursiku. Namun beliau menolak. Beberapa kali hal ini terjadi. Aku jadi takut kalau niat baikku malah melukai harga diri mereka. Jadi aku tak menawarkan kursiku lagi kepada orang tua yang belum begitu berumur. Alias belum lansia. Kalau sudah lansia dan terlihat mencari tempat duduk, barulah kupersilahkan duduk di kursiku.

5. Anak SD pulang malam

Dari penampilannya, aku tahu mereka berdua masih duduk di bangku sekolah dasar. Sekitar pukul 10 malam, dua anak yang masih memakai seragam sekolah duduk di kereta. Mungkin dalam perjalanan pulang. Tanpa didampingi oleh orang tua! Mungkin orang tuanya merasa aman, atau entah bagaimana, hingga membiarkan anak SD berkeliaran dalam malam tanpa dampingan seperti itu.

6. Bukan hanya anak-anak yang gemar komik

Dalam sebuah anime tentang manga yang kutonton, Bakuman kalau tak salah, ada sebuah kutipan menarik. ‘Manga sudah menjadi identitas dan kebanggaan Jepang.’ Kalau tak salah begitu bunyinya. Nampaknya pernyataan tersebut benar adanya. Pasalnya, ketika aku berjalan-jalan ke toko buku di Jepang, kulihat justru area komik dipenuhi oleh orang dewasa berjas yang (mungkin) baru pulang kerja.

7. Eskalator

Kalau lagi terburu-buru, seringkali kita ingin cepat dalam melakukan sesuatu. Seperti naik eskalator. Paling kesal kalau lagi terburu-buru, terhalang orang yang jalan berdua di eskalator. Nampaknya hal ini tak berlaku di Jepang. Pasalnya warga Jepang tidak naik eskalator berdua dalam satu anak tangga. Di Tokyo, mereka akan berdiri di sisi sebelah kiri eskalator. Sisi kanan diperuntukkan bagi orang yang terburu-buru untuk mendahului yang lain. Sedangkan di Osaka, mereka akan berdiri di sebelah kanan kalau tak salah. Sedangkan di Kyoto, kata temanku, orang pertama yang naik lah yang menentukan sisi sebelah kiri atau kanan. Unik yaa 😄

Eskalator di Jepang. Sumber: kotaku.com
8. Etika di kendaraan umum

Jepang memang dikenal sebagai negara dengan tata krama tinggi. Yap, budaya timur. Tata krama ini tak terkecuali diterapkan ketika menaiki kendaraan umum. Aturan pertama, tidak boleh menelepon! Memang, akupun suka risih mendengar orang menelepon di kendaraan umum. Terlebih lagi kalau mengobrol dengan suara keras. Aturan kedua, simpan ransel di depan ketika berdiri tak kebagian tempat duduk! Bukan, bukan menghindari copet. Tapi agar barang bawaan kita tidak mengganggu orang di belakang. Intinya aturan-aturan tersebut dibuat agar kita tidak mengganggu kenyamanan orang lain.

9. Self service di supermarket

Kalau di Indonesia kita terbiasa dilayani saat berbelanja di supermarket, lain halnya dengan di Jepang. Setelah membayar di kasir, kita hanya diberi kantong keresek dan harus membungkus sendiri belanjaan kita di tempat yang telah disediakan. Aku tak tahu apakah semua supermarket seperti ini, atau kebetulan hanya yang aku kunjungi saja.

Self service di supermarket
10. Toilet

Culture shock yang utama buatku adalah toilet! Kok bisa? Ya, aku tahu toilet Jepang memang begitu modern dan canggih dengan banyak fitur dan tombol. Cukup membuatku kaget saat melihatnya langsung. Terlebih lagi keterangan tombolnya berbahasa Jepang. Namun bicara soal toilet, aku lebih ‘shock‘ dengan kondisi yang tak semua toilet menyediakan keran air. Pasalnya di Indonesia, kita terbiasa bersih-bersih menggunakan air setelah menggunakan toilet. Di Jepang, hanya disediakan tisu! Rasanya risih dan tak bersih setiap habis menggunakan toilet 😄

Toilet pintar Jepang. Sumber: www.tsunagujapan.com

Itulah sepuluh culture shock yang aku rasakan ketika di Jepang. Setiap orang pasti memiliki sudut pandang yang berbeda. Pun termasuk soal hal yang membuat ‘shock‘. Kalau kamu, budaya apa yang bikin ‘shock‘ ketika traveling?

Published by dwitunggadewi

Software developer, blogger, travel enthusiast

Leave a comment