Terbang Bertandang ke Sabang, Booking Hotel di Traveloka

Tahukah kawan bahwa loka itu artinya dunia? Jadi tunggu apa lagi? Yuk, sudah saatnya #LihatDuniaLagi bareng Traveloka!

Indonesia terletak di garis lintang 6° LU – 11° LS, dan 95° BT – 141° BT di garis bujur. Nampaknya ini salah satu dari sedikit pelajaran IPS yang masih kuingat saat sekolah dulu. Begitulah, pelajaran IPS selalu menjadi pelajaran yang paling kubenci. Entah itu ekonomi, geografi, sejarah apalagi.

Kalau IPS sangat kubenci, lalu apa yang sangat kusukai? Ya, traveling. Aku rasa, orang-orang yang pernah bersinggungan denganku hafal betul hobiku yang satu ini. Bahkan saat kuliah dulu, aku dijuluki ‘si ratu main’. Bukan tanpa sebab, memang karena aku begitu suka main (baca: traveling). Dan kawan-kawanku selalu jadi sasaran empuk untuk kujadikan partner mainku.

Jadi ingat dulu saat STM, semakin mendekati Ujian Nasional, bukannya belajar, aku dan kawan-kawanku malah papalidan ke Pangandaran. Atau saat Ujian Tengah Semester dulu di kampus, aku bela-belain ikut ujian susulan demi bisa pelesiran ke Bali bersama keluargaku. Segitunya yaa!

Maka tak heran jika aku memiliki sebuah impian. Suatu saat nanti, aku ingin menginjakkan kaki di seluruh tanah dan perairan Indonesia.

Namun saat ini, impianku harus tertunda. Aku telah menikah, memiliki suami dan seorang putra. Tidak, aku sama sekali tak menyesali itu. Bagiku itu tak masalah, hanya fokus dan prioritas telah berubah. Yang asalnya untuk diri sendiri, menjadi untuk keluarga. Namun di relung hatiku yang terdalam, aku rindu. Rindu akan euforia petualangan.

Kutegaskan sekali lagi, aku tidak menyesal kawan. Bahkan aku lebih bahagia, terlebih sekarang tak perlu lagi berburu partner traveling. Sebab mereka selalu di sampingku kini, selalu di sampingku saat aku membuka mata di pagi hari, dan saat akan memejamkannya lagi di malam hari. Ya, keluargaku, #TemanHidup-ku, partner traveling-ku.

Kembali lagi ke pelajaran IPS. Bukan tanpa sebab aku menuliskan letak geografis Indonesia. Pasalnya titik ±6° LU dan ±95° BT menjadi destinasi pertama yang sangat ingin aku kunjungi untuk mewujudkan mimpiku keliling Indonesia.

Ya, Sabang! Sebuah pulau kecil di ujung barat Indonesia, yang hanya terlihat seperti sebuah titik di peta.

Tahukah kamu kalau Sabang memiliki tradisi yang unik, yakni tradisi “tidur siang”? Dari siang hingga sore hari, katanya Sabang akan seperti kota mati, jalanan lengang, pertokoan tutup, jarang ada orang di luar. Konon katanya tradisi ini dimulai sejak tahun 1960-1986. Kota Sabang diberlakukan sebagai kawasan pelabuhan bebas dan perdagangan bebas (free port). Masyarakat bekerja pada malam hari termasuk para pedagang untuk mengurus barang-barang dagangannya. Sedangkan pada siang hari mereka tidur dan sore harinya bekerja kembali, di toko-toko dan gudang-gudang yang ada di pusat Kota Sabang. 

Nah, setelah Free Port Sabang dipindahkan pemerintah pusat dari Sabang ke Batam, Kepulauan Riau, kebiasaan tersebut terus berlanjut sampai sekarang. Unik yaa!

Selain tradisi tidur siangnya, Sabang juga melestarikan budaya turun temurun yang disebut Khanduri Laot, atau kenduri laut. Kenduri sendiri berarti perjamuan makan untuk memperingati peristiwa, minta berkat, dan sebagainya. Secara garis besar, Khanduri Laot adalah sebuah perjamuan makan, yang bertujuan sebagai bentuk rasa syukur terhadap hasil tangkapan laut yang didapat oleh nelayan. Juga sebagai sarana untuk memanjatkan doa agar senantiasa dilindungi ketika para nelayan pergi melaut, dan diberikan rezeki (hasil tangkapan laut) yang melimpah.

Dalam tradisi ini, seekor kerbau akan disembelih. Dagingnya akan dimakan bersama-sama dalam acara jamuan. Sementara tanduk, tulang, dan sisa-sisa bagian tubuh lainnya akan dimasukkan kembali ke dalam kulit, kemudian dijahit dengan rotan, sehingga kerbau tersebut terlihat hanya sedang tidur. ‘Kerbau tidur’ ini kemudian akan dihanyutkan di atas perahu yang telah dihias. Konon katanya, jika perahu yang berisi kerbau tersebut hanyut dan tak kembali bersama perahu iring-iringan, itu merupakan pertanda baik. Sedangkan jika kembali (karena terbawa arus), itu merupakan pertanda buruk.

Namun dalam sumber lain, dikatakan bahwa tradisi membuang kerbau ke laut tidak dilakukan lagi karena menurut kesepakatan tokoh ulama dan adat, itu merupakan perbuatan syirik.

Selain tradisinya yang unik, inilah 3 alasanku ingin mengunjungi Sabang:

1. Tugu Kilometer 0 Indonesia

Seperti petugas pom bensin kata setiap kita akan isi bensin. Dimulai dari nol ya!

Begitulah, aku ingin memulai perjalananku mengelilingi Indonesia dari Sabang, dari titik 0 Indonesia. Seperti lagu, dari Sabang sampai Merauke. Sebagai oleh-oleh, aku ingin mendapatkan sertifikat 0 Km Indonesia, bukti bahwa aku telah menginjakkan kaki di ujung barat Indonesia.

2. Paket Wisata Lengkap

Sabang memiliki luas 153 km persegi dan mempunyai lima pulau utama, yakni Weh, Klah, Rubiah, Seulako, dan Rondo. Pulau Weh adalah pulau terbesar, di mana letak pusat Kota Sabang berada. Di pulau inilah terdapat banyak tempat wisata yang ingin aku kunjungi.

Photo by Mitch Hodiono on Unsplash

Ingin main air di pantai? Tentu banyak pantai di Sabang. Ada Pantai Iboih yang memiliki air tenang berwarna biru kehijauan. Atau Pantai Sumur Tiga, dengan banyak pilihan resort-nya. Atau Pantai Gapang, yang terkenal dengan keindahan bawah lautnya, sehingga didapuk menjadi salah satu spot diving terbaik di Sabang. Atau Pantai Kasih, yang dikenal dengan matahari terbenamnya yang memukau. Atau bahkan Pantai Anoi Itam, dengan daya tarik pasir hitamnya. Dan masih banyak lagi.

Photo by Reza Irawan on Unsplash

Bosan bermain air, Hutan Wisata Iboih dengan luas sekitar 1.300 hektar menanti. Atau ingin mengunjungi rumah burung walet dan kelalawar di Gua Sarang? Tentu saja bisa. Ingin wisata sejarah? Sabang juga punya. Banyak benteng yang tersebar di Sabang, karena Sabang merupakan benteng pertahanan penting saat penjajahan Jepang. Salah satu benteng yang masyhur adalah Benteng Anoi Itam. Ingin berpetualang dan melakukan sedikit trekking? Sabang pun punya gunung berapi aktif. Gunung Berapi Jaboi dengan ketinggian 200 meter di atas permukaan laut siap ditaklukkan.

Wisata kuliner pun tak ketinggalan. Aku penasaran dengan sate gurita yang menjadi kuliner khas Sabang itu.

Ahh, lengkap sekali ya! Semoga suatu saat aku bisa menginjakkan kaki di sana 🙂

3. Mencoba Diving Pertama Kali di Pulau Rubiah

Aku ini anaknya pantai banget hehe. Ya, wisata pantai memang selalu membangkitkan semangatku. Kalau snorkeling aku sudah biasa. Lain halnya dengan diving. Aku belum pernah diving! Ingin sekali rasanya melakukan diving. Dan diving atau menyelam pertamaku, ingin kulakukan di Taman Laut Rubiah. Taman Laut Rubiah memang dikenal dengan keanekaragaman terumbu karang dan ikannya.

Dan satu tempat yang wajib dikunjungi saat bertandang ke suatu tempat yakni masjidnya! Beda daerah, beda pula arsitektur masjidnya. Sabang memiliki masjid agung yang megah bernama Masjid Babussalam. Kurang lengkap rasanya datang ke Sabang tanpa mendirikan solat di masjid ini.

Photo by Roiyani Roiyani on Unsplash

Dengan semua destinasi yang ingin kusambangi dan semua aktivitas yang ingin kulakukan, tak mungkin cukup terealisasi dalam satu hari. Karenanya, kubuka aplikasi Traveloka dan kucari akomodasi untuk menampungku selama aku di sana.

Dari beberapa pilihan hotel dan resort yang banyak sekali di Traveloka, aku menjatuhkan pilihanku pada Casanemo Resort & Spa yang berada di Pantai Sumur Tiga. Bukan tanpa sebab aku memilih resort ini.

Sebab nomor satu jelas karena resort-nya itu sendiri. Casanemo memiliki pemandangan yang luar biasa indah. Hamparan laut langsung menyapa pengunjung dari balkon bungalow. Resort-nya pun terlihat bersih dan ramah lingkungan. Bungalow-nya sendiri begitu sarat akan nuansa alam. Didominasi oleh kayu dan bilik anyaman, dengan dekorasi ukiran-ukiran khas Aceh, membuatku ingin sekali menginap di sana.

Sebab nomor dua, pemiliknya adalah putri daerah asli Pulau Weh! Ya, kalau ada produk lokal, kenapa harus pakai produk luar? Begitu kurang lebih. Casanemo Resort & Spa dimiliki oleh Ibu Balqis, asli Pulau Weh. Pegawai dan stafnya pun semua warlok, alias warga lokal. Asli Pulau Weh. Aku pribadi lebih senang kalau uangku kuhabiskan untuk memajukan warga sekitar ketika mengunjungi suatu daerah. Salutnya Ibu Balqis, beliau begitu ramah lingkungan. Hingga rela membeli hutan 1 hektar hanya agar tidak dirusak dan disalahgunakan oleh orang lain.

Sebab nomor tiga, harganya masih terjangkau. Dengan fasilitas yang ditawarkan, harga menginap di Casanemo Resort & Spa masih terbilang cukup terjangkau, mulai dari 650 ribuan per malam. Bahkan untuk backpacker, dengan 150 ribu pun bisa menginap di sana. Wow!

Bicara soal harga, satu hal yang aku suka dari Traveloka adalah, harga yang tertera itulah harga yang dibayarkan. Ya, tidak ada biaya tambahan lagi. Harga yang tertera sudah termasuk pajak, biaya aplikasi mungkin, dan lain-lain. Kalau lihat aplikasi sebelah, kadang harganya terasa lebih murah, tapi ketika check-out, ditambah biaya lain-lain, ehh ternyata jadi lebih mahal. Berasa ditipu dan diberi harapan palsu kalau begitu.

Booking hotel pun mudah dengan Traveloka. Tinggal pilih hotel, isi data pemesan, lalu check-out. Bagi yang akan berangkat dengan ketidakpastian, opsi bayar saat check-in atau gratis pembatalan bisa jadi pilihan. Gimana, menguntungkan kan? Sebagai tambahan, kebijakan hotel yang membutuhkan persiapan khusus pun dijabarkan di Traveloka. Seperti Casanemo Resort & Spa yang mewajibkan tamu perempuan dan laki-laki yang akan menginap sekamar untuk menunjukkan sertifikat pernikahan dalam bentuk fisik. Mudah ya! Kan repot kalau mau menginap, ternyata baru tahu kebijakan seperti ini saat tiba di hotel.

Tertarik booking hotel murah di Traveloka? Sudah saatnya lihat dunia lagi, staycation lagi, liburan lagi bareng Traveloka. Sekarang giliranmu! Yuk ‘#LihatDuniaLagi dan bikin #StaycationJadi’ dengan Traveloka! Langsung meluncur ke Traveloka lewat link ini:  https://trv.lk/kompetisi-lihatdunialagi-bloggerperempuan


Sumber:


Disclaimer: Secara pribadi saya mohon maaf jika ada salah dalam penyampaian, terutama soal adat istiadat dan tradisi. Sebab saya belum pernah bersentuhan langsung dengan Sabang. Semua materi yang saya dapat hanya bersumber dari jurnal dan internet saja.

Published by dwitunggadewi

Software developer, blogger, travel enthusiast

Leave a comment