Mancing di Karangantu, Banten

Mancingnya di tengah laut ala-ala mancing mania gitu Mas?

Sebenarnya saya tidak hobi mancing, tapi mancing bukan hal aneh buat saya. Dari saya kecil, keluarga besar saya memang hobi mancing. Biasanya kami mancing di balong, atau memang sengaja membeli ikan, lalu dimasukkan ke dalam kolam renang, dan kami berlomba-lomba ngagogo lauk, hanya untuk seru-seruan saja. Ngagogo lauk itu bahasa sunda, kurang lebih artinya menangkap ikan dengan tangan kosong. Seru sekali, apalagi dilakukan bersama keluarga besar atau teman-teman. Terkadang ikan sudah di depan mata pun tidak berhasil ditangkap lantaran merasa geli.. πŸ˜€ πŸ˜€

Okee kembali lagi ke mancing. Meskipun mancing bukan hal aneh buat saya, tapi untuk mancing di tengah laut sejujurnya adalah hal aneh (buat saya). Jadi ajakan mancing di tengah laut itu tak kuasa saya tolak. Maklum saya suka berburu pengalaman baru, dan saya sangat suka laut. Awalnya saya ragu mau berangkat, karena tidak ada teman perempuan lain yang mau ikut. Tapi godaan laut lebih besar dari rasa ragu saya, dan yang paling penting, seluruh biaya ditanggung kantor, jadi rasanya tidak sopan kalau menolak rezeki (memang dasar tukang main, hehe).

Kami berangkat hari Jumat sekitar jam setengah 8 malam dari kantor kami di daerah Cikutra, Bandung menuju Pelabuhan Karangantu, Banten. Kondisi lalu lintas yang tidak bersahabat, macet parah di dalam tol, membuat kami baru tiba di Serang pukul 2 dini hari. Tanpa basa-basi, kami langsung tertidur di mess kantor di Serang. Setelah cukup beristirahat, jam setengah 7 pagi kami berangkat ke pelabuhan.

Pelabuhan Karangantu memiliki sejarah besar di abad ke 16. Berawal ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis di tahun 1511, membuat pedagang muslim mengalihkan jalur perdagangan melalui Selat Sunda, dan menjadikan Pelabuhan Karangantu sebagai tempat singgah. Tak hanya pedagang muslim, pedagang dari benua Asia, Afrika, dan Eropa pun menjadikan pelabuhan ini sebagai tempat singgah mereka sebelum menuju  Australia dan Selandia Baru. Menurut mitos yang beredar, dahulu seorang Belanda membawa guci berisikan hantu. Suatu hari guci tersebut pecah, dan hantunya keluar, sejak saat itu pelabuhan ini disebut Pelabuhan Karangantu.

20180825_074533
Suasana pagi di Pelabuhan Karangantu

Tiba di pelabuhan sekitar jam 8 pagi, kami langsung menuju ke tengah laut. Perjalanan dari pelabuhan menuju tengah laut ditempuh selama kurang lebih satu setengah jam. Kami menyewa kapal nelayan untuk memancing seharian, dan ikan hasil tangkapan langsung dimasak di atas kapal.

Setibanya di tengah laut, teman-teman saya langsung fokus pada alat pancingnya masing-masing. Sementara yang lain asyik mancing, saya hanya duduk-duduk sambil ngobrol. Antisipasi untuk mengusir rasa bosan, saya membawa novel karya Edgar Allan Poe. Ketika yang lain sudah tenggelam dengan pancingannya masing-masing, saya pun membaca novel yang saya bawa. Baru baca sekitar 2 lembar, perut sudah mulai mual, buru-buru saya simpan novelnya, lalu saya tidur-tiduran dan akhirnya ketiduran.

Nih Mbak mau nyoba mancing?

Bangun tidur saya langsung disodorkan alat pancing. Masih setengah sadar, saya pun mancing dan dapat seekor ikan kecil. Biasa ya, kalau sudah dapat ikan, rasa semangat muncul, dan saya melempar pancing untuk kedua kalinya. Lemparan kedua ini yang kocak banget.

Awalnya ketika tali pancing saya gulung secara perlahan terasa berat, ada sesuatu yang tertangkap oleh kail pancing. Semakin digulung semakin berat, kapal sudah miring-miring, pancingan bengkok. “Wah dapet besar nih, siapin jaring!”, kata salah seorang teman saya. Jaring pun disiapkan, saya tidak kuat lagi menggulung tali pancing, saya serahkan ke teman di sebelah saya. Rasanya tangkapan saya lama sekali tidak sampai-sampai ke permukaan. “Kok gak nyampe-nyampe ya? Coba cek pancingannya”, kata teman saya yang lain. Setelah dicek tidak ada masalah, teman saya pun terus menggulung tali pancingnya. “Tarik aja talinya Mas, sambil digulung sambil ditarik talinya”, kata teman saya entah yang mana, yang pasti satu kapal heboh. “Kok gak ada perlawanan ya?”, kata teman saya yang menarik tali. Akhirnya sampailah tangkapan kami di permukaan laut, dan ternyata bukan ikan, tapi batu karang yang tertangkap, pantas saja beratnya bukan main, sontak tertawa semua satu kapal. Sudah heboh-heboh, ternyata saya memancing batu karang.. πŸ˜€ πŸ˜€

Screenshot_2018-08-26-23-40-38
Mancing batu karang πŸ˜€

Sekitar jam 12 siang, 3 kapal nelayan mendatangi titik memancing kami. Dengan kepiawaiannya, nelayan-nelayan itu berhasil menangkap ikan besar-besar, di depan mata kami. Kami yang sudah berjam-jam memancing di sana hanya mendapat sedikit ikan, kecil-kecil pula. Sedangkan nelayang-nelayan itu sudah mendapat banyak ikan. Kami hanya bisa menonton saja, terlihat jauh perbedaan antara kami dan para nelayan yang tentu sudah expert dalam hal mancing-memancing.

20180825_113257

Jam sudah menunjukkan pukul setengah 3 sore, ikan hasil tangkapan kami sudah dimasak, saatnya makan. Ikan dimasak bumbu kuning, lengkap dengan nasi dan kerupuk. Makan di atas kapal mempunyai tantangan tersendiri. Rasanya susah menelan makanan. Setiap kali menelan, makanan seperti tak tahan berada di lambung dan ingin keluar lagi, maklum perut dikocok-kocok. Salah satu teman saya bahkan tidak kuat berperang melawan mabuk lautnya, dan akhirnya dia menyerah dan melanjutkan tidur. Berjalan saja dia oleng.. πŸ˜€

Sekitar pukul 3 sore kami beranjak menuju titik memancing yang lain. Di titik ini gelombang lautnya cukup besar, daripada saya tak kuat, mending saya lanjutkan dengan tidur. Saya dan beberapa teman yang lain pun tertidur di haluan kapal. Mereka yang masih bersemangat terus memancing hingga pukul setengah 5 sore. Kami pun kembali dan tiba sekitar pukul setengah 6 di pelabuhan. Suasana sore di pelabuhan sangat ramai, banyak penjual kaki lima dan pengunjung yang datang sekedar untuk menikmati pemandangan matahari terbenam.

20180825_172405

Perjalanan memancing hari itu ditutup dengan ngopi-ngopi dan minum jus di Serang. Sekitar pukul 8 malam kami pun pulang ke Bandung dan tiba sekitar pukul setengah 1 malam. Berakhirlah kisah 7 jam kami di tengah laut hari itu. Walaupun hanya mendapat sedikit ikan, tapi pengalaman yang didapat tak sedikit, cukup untuk membuat saya berkata ‘ya’ lagi jika diajak kemudian hari.. πŸ˜€

 

 

 

Published by dwitunggadewi

Software developer, blogger, travel enthusiast

2 thoughts on “Mancing di Karangantu, Banten

Leave a reply to dwitunggadewi Cancel reply